f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
eksploitasi anak

Larangan Eksploitasi Anak dalam Islam

Dewasa ini, kajian tafsir yang menekankan aspek maqasid syari’ah dalam penafsirannya kembali dilirik oleh para sarjanawan. Pasalnya, ayat Al-Qur’an yang diturunkan oleh Allah tentu saja mengandung maqasid (maksud atau tujuan) yang mesti dicapai oleh ayat tersebut. Kajian maqasid pada akhirnya bermuara pada sebuah metodologi dalam menafsirkan ayat Al-Qur’an yang oleh Abdul Mustaqim dikenal dengan sebutan Tafsir Maqasidi. Diskursus Tafsir Maqasidi menjadi sumbangsih besar Abdul Mustaqim dalam ranah kajian tafsir yang diabadikan dalam pidato pengukuhan besarnya di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta pada tahun 2019 lalu.

Tinjauan Tafsir Maqasidi: Dialog antara Nash, Maslahah dan Realitas

Dalam memahami tujuan ayat, secara tidak langsung penafsir telah berusaha mengungkap rahasia-rahasia serta mashlahah yang terkandung dalam teks tersebut. Asy-Syaitibi mengungkapkan bahwa mashlahah tidak bisa dilepaskan dari nash-nash syar’I atau dengan kata lain ia tidak bisa berdiri sendiri hanya dengan mengandalkan akal. Baik nash maupun akal, keduanya sama-sama dibutuhkan dalam menetapkan sebuah mashlahah. Sebagaimana yang beliau katakan “Salah besar bila akal memiliki otoritas melebihi nash yang berkonsekuensi syari’at boleh dibatalkan oleh akal”. Terkait mashlahah ini pada hakikatnya hanya terkait dengan sudut pandang seorang pengkaji dalam melihat kemaslahatan sebuah masalah. Dan itu semua kembali lagi kepada hakikat syari’at itu sendiri yaitu untuk mencapai kemaslahatan manusia.

Maqasid syari’ah bertujuan untuk mencegah dan menghindarkan diri dari segala bentuk keburukan dan kerusakan serta mewujudkan segala bentuk kemaslahatan. Maqasid syari’ah memiliki kesamaan makna dengan maslahah, selain itu Maqasid syari’ah juga kerap diartikan sebagai tujuan syari’t atau tujuan dari hukum Islam. Adapun Maqasid syariah merupakan rincian lebih lanjut dari maqasid Al-Qur’an. Ada lima tujuan dari maqasid syari’ah yaitu hifz al-din (menjaga agama), hifz al-nafs (menjaga jiwa), hifz al-aql (menjaga akal), hifz al-nasl (menjaga keturunan), hifz al-mal (menjaga harta). Kemudian Abdul Mustaqim -dalam pidato pengukuhan guru besarnya- menambahkan dua item lagi yaitu hifz al-daulah (menjaga negara) dan hifz al-biah (menjaga lingkungan).

‘Membunuh’ Anak di Era Sekarang

Anak merupakan anugerah dari Tuhan yang Maha Esa yang sudah memiliki hak-hak sejak ia dilahirkan, baik berupa hak untuk hidup, hak memperoleh kebebasan, perlindungan di depan hukum serta hak untuk mengenyam pendidikan. Dewasa ini, anak kerap menjadi korban tindak kejahatan yang dilakukan oleh terdekatnya. Berbagai macam kejahatan kerap menimpa anak, seperti kejahatan eksploitasi ekonomi, eksploitasi seksual dan lain sebagainya. Tindakan semacam ini secara tidak langsung telah membunuh mental anak yang mengakibatkan ia tidak lagi menikmati hak berupa kebebasan dalam menjalani hidup. Pemerintah sebagai lembaga yang bertanggungjawab secara hukum dalam memberikan pelayanan serta perlindungan yang sempurna terhadap anak hendaknya melakukan tugasnya dengan cermat. Dalam hal ini, Undang-undang no. 23 Tahun 2003 menjadi landasan hukum bagi pemerintah dalam menjalankan perannya yaitu memberikan perlindungan kepada anak di bawah umur.

Baca Juga  Spiritual Entrepreneurship Sebagai Pijakan Wirausaha

Selanjutnya, perlindungan kepada anak juga diatur dalam Al-Qur’an. Dalam penggalan QS. Al-An’Am [6]: 151 Allah SWT berfirman:

وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَوْلَادَكُمْ مِّنْ اِمْلَاقٍۗ

Artinya: “Janganlah membunuh anak-anakmu karena miskin.

Ayat di atas menunjukkan bahwa membunuh anak merupakan hal yang sangat dilarang dalam agama Islam. Dengan demikian tindakan eksploitasi terhadap anak merupakan sesuatu yang dilarang secara tegas, karena secara tidak langsung telah membungkam hak-hak anak dan membunuh mentalnya. 

Apa Maqasid dari Ayat Tersebut?

Dalam Tafsir Al-Azhar, Hamka memberikan interpretasi yang cukup menarik pada ayat ini. Beliau menyatakan bahwa sikap membunuh mental anak adalah lebih berbahaya dari pada membunuh anak dalam artian sempit (menghilangkan nyawa). Di era saat ini, kita bisa menyaksikan bagaimana kejahatan yang marak terjadi pada anak telah melahirkan anak-anak yang cacat secara mental. Tidak asing kita temui anak jalanan yang dieksploitasi secara ekonomi dengan menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan dan lain sebagainya. Mereka buta huruf, jangankan mengenyam pendidikan di bangku sekolah, diajarkan tulis baca sama orang tuanya saja tidak. Anak-anak yang dieksploitasi kehilangan masa kanak-kanaknya karena dituntut oleh orang terdekat maupun lingkungannya untuk menjadi pribadi yang lebih dewasa dari pada anak seusianya.

QS. Al-An’am [6]: 151 ini menjadi landasan utama bagi kita untuk senantiasa menjaga hak-hak dan selalu memberikan perlindungan kepada anak. Allah menurunkan ayat ini tentu saja bukan tanpa alasan dan tujuan. Dalam ayat yang agung ini, ada maqasid yang terkandung padanya untuk kita ambil hikmah darinya.

1. Menjaga Jiwa (hifz al-nafs)

Islam adalah agama yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Setiap anak yang lahir sudah memiliki hak untuk hidup. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang boleh membungkam hak hidup yang ada padanya. Dilarangnya tindakan eksploitasi terhadap anak adalah salah satu bentuk Islam menjaga jiwa seorang anak manusia.

Baca Juga  Perempuan di Balik Aneka Pelatihan Mubalig Muda
2. Menjaga Agama (hifz al-din)

Anak adalah amanah yang diberikan oleh Allah kepada manusia yang harus dijaga sebagai bentuk rasa syukur seorang hamba kepada Rabbnya. Melakukan tindak kejahatan kepada anak merupakan sikap yang ‘menggadaikan’ agama untuk kepentingan dunia. Padahal Allah Swt. melarang membunuh anak-anak karena takut akan kemiskinan, sedangkan yang memberikan harta dan kekayaan adalah Dia sendiri. Menjaga anak dengan baik dan mendidiknya dengan nilai-nilai keislaman adalah salah satu dari bentuk menjaga agama (hifz al-din).

3. Menjaga Keturunan (hifz al-nasl)

Salah satu bentuk menjaga keturunan yang dianugerahkan oleh Allah adalah dengan menunaikan hak-hak anak. Menjaga anak adalah menjaga generasi masa mendatang. Islam adalah agama yang sangat membanggakan generasi muda. Anak (sebagai generasi muda) hendaklah tumbuh menjadi generasi yang kuat, karena generasi muda saat ini adalah pemimpin di masa depan. Dengan demikian, bila anak dieksploitasi tentu saja hal tersebut merusak keturunan dan generasi berikutnya. Maka tampak secara jelas bahwa Allah melarang tindakan eksploitasi terhadap anak dengan tujuan menjaga keturunan.

4. Menjaga Lingkungan (hifz al-bi’ah)

Tindakan kejahatan eksploitasi terhadap anak secara ekonomi maupun seksual adalah contoh dari tindakan merusak lingkungan, maraknya anak jalanan yang berkeliaran di tengah kota menjadi pemandangan yang tidak mengenakkan yang selalu saja menjadi masalah dengan petugas penertiban. Dengan menerapkan penjagaan yang benar kepada anak, ketertiban lingkungan akan tercapai dan pencemaran lingkungan karna anak jalanan baik sebagai pengamen, pengemis, pedagang dan lain sebagainya bisa dihindarkan.

Bagikan
Post a Comment