Site icon Inspirasi Muslimah

Ketangguhan Seorang Ibu

manula

“Wahai Bapak muda yang gagah dan budiman. Lihatlah kedua balitamu yang sedang makan dengan berantakan hingga tumpah karena memang belum terbiasa makan sendiri. Bantulah istrimu yang tampak kerepotan lantaran menyuapi si kecil sambil mondar-mandir mengambilkanmu makanan. Tidakkah Anda bisa mengambilny sendiri dan turun dari motormu? Agar dua balitamu makan dengan nyaman bersama ibunya?”

Ingin rasanya kukatakan seperti itu kepada sosok bapak muda yang kulihat di pantai beberapa hari lalu. Ada perasaan iba kepada ibu muda tersebut sekaligus perasaan setengah dongkol pada suaminya.

Meski sebenarnya aku tidak perlu ikut campur dalam urusan mereka, tapi jiwaku terusik ketika melihat kedua balita yang tampak kesusahan; berusaha memasukkan lontong ke mulut mungilnya.

***

Pagi itu cuaca sangat cerah. Di sebuah pantai ada tukang sate lontong tengah sibuk melayani pembeli yang cukup berjubel. Ada ibu muda dengan balita digendong dan dituntun, ikut mengantri. Dua piring kecil sudah berhasil dibawa ibu sambil mencari tempat duduk yang nyaman untuk kedua putranya.

Di tengah menyuapkan si kecil, ibu itu berdiri lalu ngambil lagi satu piring yang disodorkan ibu penjual sate lontong. Kukira untuk dirinya, ternyata ibu itu berjalan beberapa meter dari anak-anak tadi duduk, lalu menyerahkan pada si bapak di situ yang masih nongkrong santai di atas motor sambil tangannya bersedekap memandang ke arah laut.

Saat itulah si kecil menumpahkan makanannya karena nunggu ibunya kelamaan dan ingin makan sendiri padahal belum bisa pegang sendok dengan sempurna.

Kutarik nafas panjang ketika melihat adegan demi adegan.

Dalam hati aku berkata, mbok hiyao, alangkah lebih baik, si bapak turun dari motor dan bergabung dengan anak-anak, maem bersama. Apa salahnya?

Di lain waktu, sering kita jumpai kejadian-kejadian kecil yang berhasil memantik haru maupun keinginan untuk menggerutu. Seakan sudah menjadi kodrat sebagai ibu; lalu semua yang ada hubungannya dengan asah asih asuh ke anak menjadi mutlak urusannya.

Memang tidak semua keluarga seperti itu. Bapak-bapak yang sangat peduli pada pengasuhan anak juga banyak. Luwes dan terampil memandikan anak, mengganti popok, menyuapi maem dan lainnya.

***

Peran ibu memang sangat vital. Pernah ada pertanyaan kepada beberapa anak, lebih nyaman mana hidup dengan ibu saja atau bapak saja. Ternyata sekian persen lebih banyak yang memilih hidup bersama ibu. Tak diragukan lagi, hubungan antara ibu dan anak sangatlah erat, di manapun, tak bisa diukur dengan alat secanggih apapun.

Darah dan air susu ibu ada di tubuh anak. Kasih sayang seorang ibu seluas samudera dan angkasa biru. Saking vitalnya, kedudukan seorang ibu seakan dituntut harus selalu prima dan tidak boleh sakit. Ya, tidak boleh, dan jangan sampai sakit. Bila suatu hari ternyata bapak yang sakit, bagi anak tidak akan sesedih jika ibu yang sakit.

Sebagai seorang ibu seperti saya, rasa sedih dan duka akan berlipat ganda bila tiba-tiba badan terpaksa harus istirahat karena sakit. Pikiran berkecamuk antara ingin cepat sembuh dan ingin istirahat karena kesibukan sehari-hari yang memang tiada henti. Ibu adalah manusia biasa. Setangguh apapun seorang ibu, ada hari di mana Yang Maha Penyayang menghendaki istirahat dengan diberinya rasa sakit. Sakit bisa ujian bisa pula rasa sayang Allah kepada mahklukNya.

Ibu adalah manusia lembut yang pemberani. Benarkah? Ya, dia berani bertaruh nyawa berulang kali demi anak-anaknya saat melahirkan. Berani lapar dahaga demi anaknya kenyang, bahkan berani ‘mendonorkan’ nyawanya asal anak selamat.

Ibu sangat kuat. Nyaris tak ada keluh kesah selama mengasuh anak-anaknya. Betapapun beratnya tugas seorang ibu dilakoninya dengan penuh kesabaran.

***

Di era pandemi ini, seorang ibu dituntut untuk lebih banyak lagi berperan dari yang sebelumnya tak pernah ia bayangkan. Misalnya, sebagai ‘guru’ bagi anak-anaknya ketika terpaksa belajar daring di rumah dan lain-lain. Hal ini tidaklah mudah. Apalagi, bagi ibu pekerja yang tidak bisa mendampingi anak setiap saat.

Menjadi dilema tersendiri yang harus dihadapi karena kita harus panai dalam membagi waktu. Tak terbayang, bagaimana sulitnya mengatur jadwal mendampingi belajar anak bila si ibu adalah merupakan orang tua tunggal dan perempuan pekerja. Ketangguhan, kecerdasan dan kesabaran seorang ibu benar-benar sedang diuji.

Sosok manusia penuh kasih dan lemah lembut yang biasa kita panggil ibu, emak, mama, bunda, ummi, biyung ini juga merupakan sosok manusia perkasa. Tak pernah mengeluh atas perih yang mendera lahir maupun batin. Dia meneteskan air mata justru pada saat merasa haru dan bahagia melihat anak-anaknya tumbuh dewasa sampai menjadi ‘orang’.

Seorang ibu, pantang meminta sesuatu pada anaknya, apalagi sampai meminta kembali jam tidurnya yang selalu berkurang sejak anaknya kecil hingga dewasa. Seorang ibu selalu melangitkan pinta di tengah atau sepertiga malam demi kebahagiaan anak-anaknya.

Masihkah kita meragukan ‘keperkasaan’ seorang ibu?

“Selamat Hari Ibu dan setiap hari adalah hari ibu

Bagikan
Exit mobile version