Site icon Inspirasi Muslimah

Kalau Sedih, Jangan Berlebihan

sedih

Ahmad Afwan Yazid

Kesedihan merupakan bagian dari fitrah seorang manusia. Tak satu pun manusia bisa lepas dari kesedihan, termasuk para nabi dan rasul. Semua orang hampir bisa dipastikan pernah mengalami yang namanya kesedihan.

Nabi Nuh sedih karena kehilangan anak dan istrinya; nabi Ya’kub sedih disebabkan kehilangan nabi Yusuf; ada nabi Yunus sedih karena umatnya tak kunjung bertambah. Bahkan nabi Muhammad Saw pun bersedih tatkala kehilangan istri (Khadijah) dan paman tercintanya (Abu Thalib). Namun, kesedihan nabi dan rasul tidak melampaui batas dan melemahkan iman.

Sangat jauh berbeda dengan saat ini, yang kadang tak memahami batas-batas kesedihan; terlalu larut dalam kegundahan, sampai-sampai ada yang berubah sikap dan karakter secara signifikan.

Biasanya, yang mengalami keadaan seperti itu adalah mereka yang gersang jiwanya, lemah agamanya, dan minim pengetahuannya. Tetapi besar harapan dan angan-angannya, sehingga tatkala apa yang sangat dicintainya hilang, ia seperti tak punya pegangan. Ada yang menjerit-jerit, stres, depresi, bahkan putus asa dan bunuh diri. Naudzubillah.

Allah Swt memberikan motivasi kepada orang yang beriman agar terhindar dari kesedihan melalui firman-Nya:

وَلاَ تَهِنُوا وَلاَ تَحْزَنُوا وَأَنتُمُ الأَعْلَوْنَ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ

Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman” (QS. Ali Imran : 139).

Lantas, bagaimana sikap kita sebagai orang yang beriman? Bagaimana sikap dan perilaku seorang muslim ketika tertimpa kesedihan?

Pertama, Berpegang Teguh pada Al-Qur’an dan Hadis

عَنْ كَـثِـيْرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ عَنْ اَبِـيْهِ عَنْ جَدِّهِ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: تَـرَكْتُ فِـيْكُمْ اَمْرَيــْنِ لَـنْ تَضِلُّـوْا مَا تَــمَسَّكْـتُمْ بِـهِمَا: كِـتَابَ اللهِ وَ سُنَّـةَ نَـبِـيِّهِ. ابن عبد البر

Dari Katsir bin Abdullah dari ayahnya dari kakeknya RA, ia berkata: Rasulullah Saw pernah bersabda: “Aku telah meninggalkan pada kamu sekalian dua perkara yang kamu tidak akan sesat selama kamu berpegang teguh kepada keduanya, yaitu: Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya”. [HR. Ibnu Abdil Barr]

Untuk itu tadabburilah Al-Qur’an dengan membaca dan mempelajari isinya serta mengamalkan perintah-Nya. Membaca Al-Qur’an dan memahami artinya akan menjadi obat hati terutama obat kesedihan yang telah kita rasakan. Selain Al-Qur’an, perlu adanya penopang tambahan yakni hadis, sebagai bahan tambahan pengetahuan dalam menjelaskan perkara yang ada dalam Al-Qur’an.

Kedua, Mengikuti Jejak Nabi dan Rasul

يَا بَنِي آدَمَ إِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ رُسُلٌ مِّنكُمْ يَقُصُّونَ عَلَيْكُمْ آيَاتِي فَمَنِ اتَّقَى وَأَصْلَحَ فَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ

Hai anak-anak Adam, jika datang kepadamu rasul-rasul daripada kamu yang menceritakan kepadamu ayat-ayat-Ku, maka barangsiapa yang bertakwa dan mengadakan perbaikan, tidaklah ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati” (QS: Al-A’raaf : 35).

Banyak risalah para nabi, khususnya nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang menghantarkan pada ketaqwaan dan perbaikan diri, termasuk amalan yang dapat mengatasi kesedihan. Setidaknya, ada dua amalan yang bersumber dari hadits dan bisa mengeluarkan kita dari kesedihan, yakni membiasakan diri untuk beristighfar dan berdoa kepada Allah Swt.

Ketiga, Istiqamah dalam Ibadah

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: ‘Tuhan kami ialah Allah’ kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu” (QS. Fushshilat : 30).

Seseorang dengan keimanan dan keistiqamahan yang tinggi akan selalu konsisten dalam perilakunya. Artinya dia akan berperilaku taat hukum, konsisten dengan idealismenya dan tidak pernah meninggalkan prinsip yang dia pegang meskipun dia harus berhadapan dengan resiko maupun tantangan.

Selanjutnya, seseorang yang istiqamah akan dapat mengontrol dirinya dengan baik. Dia tetap konsisten dengan keimananannya, dan juga memiliki pikiran positif, dan tidak pernah kembali ke belakang meskipun dia dalam situasi yang betul-betul tertekan. Gaya perilaku ini bisa menciptakan kepercayaan diri, integritas, dan kemampuan mengendalikan kesedihan sehingga tidak berlarut-larut.

Oleh sebab itu, sebagai orang yang beriman sudah sepatutnya membentengi diri dengan berpegang teguh pada al-Qur’an dan hadits, mengikuti jejak para nabi dan rasul, serta berusaha selalu istiqomah dalam beribadah. Karena orang yang beriman tidak akan bersedih, apalagi bersedih secara berlebihan.

Bagikan
Exit mobile version