Site icon Inspirasi Muslimah

Hilangnya Kepedulian Terhadap Pengidap Autisme

autisme

Pandangan masyarakat kita saat ini kepada orang-orang pengidap autisme sudah tidak lagi mencerminkan manusia yang berjiwa sosial tinggi. Berbicara mengenai kepedulian, mungkin dari kita menyadari bahwa sejak dulu masyarakat kita punya sikap toxic yang menghilangkan rasa kepedulian mereka kepada pengidap autisme.

Tanpa disadari bahwa kita hidup di dunia yang menuntut kesempurnaan lebih entah itu secara fisik maupun psikis dan menganggapnya sebagai hal yang luar biasa. Seolah-olah kesempurnaan yang mereka banggakan telah menutup hati nurani mereka. Mereka tidak tahu bagaimana perasaan orang tua yang mengetahui bahwa anak mereka menyandang autisme? Tentu ada perasaan berkecamuk di dalam dada orang tua melihat anak yang mereka besarkan dengan kasih sayang ternyata mengidap autisme.

Hal yang paling ditakutkan bagi orang tua yang mempunyai anak autisme, yakni kalau mereka sudah tidak ada, bagaimana nantinya sang anak bisa hidup mandiri tanpa mereka atau bahkan bisa hidup seperti orang normal lainnya. Orang tua pastinya akan berusaha semaksimal mungkin supaya anak mereka bisa hidup dengan normal. Bahkan mereka rela membawa anaknya untuk pengobatan dan terapi supaya anak mereka bisa hidup normal dan mandiri.

Kebanyakan dari kita sudah tahu bahwa anak autisme memiliki hambatan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Tapi bukan berarti mereka tidak layak dihargai. Mereka layak dihargai sama seperti anak normal lainnya, diberikan dukungan, mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang sama. Walaupun mereka sedikit berbeda dari kita bukan berarti mereka tidak punya perasaan. Mereka bisa mengerti dan merasakan perkataan orang lain yang disampaikan kepada mereka, hanya saja mereka mungkin tidak tahu bagiamana mengungkapkan perasaan itu.

Ketika saya sedang mengobrol dengan teman saya dari kampus lain, saya mendengar sedikit cerita dari teman sekelasnya yang diolok-olok oleh para kakak senior di kampus karena cara bicaranya yang aneh. Teman sekelasnya ini memang anak yang sedikit berbeda dari kebanyakan anak lain. Tapi saya yang mendengar ceritanya kagum dengan kemampuan yang dia miliki. Sangat jarang mendengar anak autisme bisa berkuliah. Meski sangat spesial, tetap saja kekurangannya selalu dijadikan alasan kenapa dia tidak diperlakukan sama seperti teman-teman lain.  

Awalnya tidak ada masalah baginya ketika mulai berkuliah. Lingkungan kuliahnya pun sangat baik, tidak pernah ada kasus bullying yang terjadi. Saya sangat terkejut ketika mendengar teman saya cerita tentang teman sekelasnya yang dibully dan diolok-olok dengan tidak pantas. Apalagi yang melakukan hal tidak pantas seperti itu adalah para kakak senior yang sudah lama belajar di kampus.

Saya merasa marah dan kesal dengan apa yang dilakukan para kakak senior ini ketika mendengar cerita itu karena saya juga punya seorang saudara yang mengalami autisme bahkan tidak bisa berbicara sampai sekarang. Tapi saya tidak pernah memperlakukannya seperti itu karena saya tahu saudara saya juga punya perasaan yang sama dengan orang normal lainnya.  

Mereka tidak tahu apa yang baru saja mereka lakukan itu baru saja melukai perasaannya. Bukan berarti anak-anak autisme itu bodoh dan tidak peka ketika diperlakukan seperti itu. Bahkan menurut penelitian, anak autisme itu punya sensitivitas yang tinggi. Mereka lebih rentan dan tidak mampu mengatur emosi mereka. Bagi mereka perlakuan seperti itu membuat mereka merasa tidak aman. Bahkan bisa saja mereka berbuat nekat karena emosinya yang sangat rentan dari orang normal.

Inilah yang seharusnya menjadi perhatian utama dari keluarga. Percaya bahwa anaknya akan baik-baik saja tapi ternyata tidak seperti yang diharapakan. Pihak sekolah dan teman-teman lainnya mungkin kurang peduli akan kerentanan psikis dari anak autisme. Mereka menganggap bahwa hal itu biasa saja supaya si anak lebih bisa bergaul dengan orang lain.

Biasanya sang anak akan terlihat normal ketika di depan, namun di belakang bisa saja perasaannya sangat hancur. Komunikasi yang tidak ada atau bahkan tidak menjadi kepedulian sesama dari lingkungan luar ini bisa menjadi mimpi buruk terbesar untuk sang anak.

Korban bullying normal saja bisa mengalami stress berat karena tidak tahan dengan perlakuan yang keras dari sang pelaku. Sampai-sanpai kita sering menjumpai kasus bunuh diri yang dilakukan oleh korban. Apalagi anak yang mengidap autisme yang bahkan mengalami keterbatasan komunikasi.

Terlebih bagi anak pengidap autisme memang sangat rentan menjadi korban bullying. Karena tampilan fisiknya, kemampuan berbicara, dan cara dia berinteraksi dengan orang lain itu sangat berbeda dari anak-anak umumnya. Hal inilah yang memancing sang pelaku untuk membully mereka dengan cara yang tidak wajar dan sering sekali menganggap hal tersebut sebagai bahan bercanda saja.

Seharusnya sebagai orang yang lebih normal, kita lebih tahu bagaimana memperlakukan orang lain dengan baik. Jika saja pihak sekolah, pemerintah, para orang tua, teman-teman, dan masyarakat bisa bekerja sama dan memberi perhatian lebih pada kasus ini. Kasus bullying mungkin tidak ada lagi dan anak-anak penderita autisme bisa belajar dengan aman dan nyaman. Pada saat itulah pihak sekolah dapat menggunakan waktu untuk mengevaluasi dan menilai apakah peserta didik memiliki rasa kepedulian yang tinggi atau tidak.

Bagikan
Exit mobile version