Site icon Inspirasi Muslimah

Berbeda Agama dalam Satu Keluarga

berbeda agama

Watini-1536x1152

Belakangan ini, isu toleransi menjadi topik yang hangat dibicarakan. Termasuk salah satunya adalah perbedaan agama. Tidak hanya dua agama, seperti ketika sang anak berbeda agama dengan orangtuanya bahkan ada juga yang sampai tiga agama sekaligus dalam satu keluarga.

Keluarga menjadi tempat terdekat bagi sang anak untuk belajar. Hal yang diajarkan itulah kelak akan menjadi dasar keyakinannya ketika tumbuh dewasa. Bagaimana jika di dalam satu keluarga mempunyai keyakinan agama yang berbeda? Hal apa yang dahulu diajarkan? Pertanyaan aneh tersebut muncul ketika saya masih menjadi anak kos di Salatiga.

Pemilik kos adalah seorang ibu yang beragama Islam. Memiliki suami beragama Katolik dan anak Kristen. Suaminya saat menikah dulu denganya menyatakan masuk Islam namun lambat laun kembali kepada agama  Katolik.

Saat anaknya masih kecil sang ibu mendidiknya dengan kasih sayang yang luar biasa. Ibunya mengajarinya nilai-nilai dan syariat Islam seperti mengaji, berpuasa, dan salat lima waktu. Namun setelah sang anak dewasa memilih untuk melanjutkan sekolah SMA dengan latar belakang Kristen. Alasannya karena agar sesuai jurusan yang ia minati yakni teknik.

Kebiasaan yang ia lakukan di sekolah membentuk karakter dan kepribadianya. Begitupun juga dengan pola pikir dan lingkungan pergaulan, tentu berubah. Tiga tahun lulus sekolah kemudian memilih untuk bekerja.  

***

Setelah bekerja sang anak memutuskan untuk menikah dengan perempuan beragama Kristen. Perempuan tersebut adalah teman semasa SMAnya dulu. Karena atas dasar cinta sang anak rela untuk mengikuti agama dari istrinya. Cinta itu datangya dari Tuhan. Jadi logikanya, tidak mungkin manusia mengkhianati Tuhan atas nama cinta. Itulah akar dari toleransi.

Pernikahan tersebut mereka lakukan di Salatiga lewat pemberkatan di Gereja. Ayah dan ibunya meridai pernikahan tersebut. Dengan alasan “Masing-masing dari kami punya tanggung jawab kepada Tuhan.” Ungkap ibunya.

“Kami satu keluarga memang beda agama. Tapi jarang sekali berbeda sudut pandang. Karena masalah rumah tangga tidak hanya soal agama. Pasangan yang se-agama belum tentu menjalani ibadah dengan baik.” Kata Ayahnya. “Intinya rumah tangga itu saling menurunkan ego masing-masing saja.” Pungkasnya.

“Keberagaman dalam keluarga mengajarkan kami untuk saling menghargai dan saling menghormati. Tuhan memberikan kita perbedaan, tetapi perbedaan itu seharusnya membuat kita bersatu, bukan berseteru.”

***

Foto keluarga terpasang begitu harmonis pada dinding ruang tamu kos. Foto tersebut ada yang mengenakan jilbab dan ada juga yang tidak mengenakan. Terdapat juga foto dinas bersama suaminya semasa menjadi komandan TNI.

Sebagai Komandan TNI yang mencontohkan untuk menjadi pemberani, tegas, dan displin. Ia selalu mengajarkan untuk mempunyai sikap  menghormati terutama dengan kepada ibu. Hingga pada akhirnya sang ayah meninggal dunia dalam keadaan salib beragama Katolik.

Sudah menjadi tradisi di Salatiga menjelang Idul Fitri melakukan ziarah kubur. Meskipun ayahnya beragama Katolik sang ibu tetap mendoakan dan menziarahi kuburnya. Ketika berdoa di makam suaminya, ia mengucapkan, “Pak meskipun keluarga kita berbeda keyakinan ibu selalu mendoakan yang terbaik untuk bapak dan anak kita semoga kelak bisa dipertemukan di SurgaNya aamiin.” Suara hening sembari meneteskan air mata.

Dari cerita di atas selain pola asuh dari keluarga lingkungan pendidikan dan pergaulan juga dapat mempengaruhi perkembangan anak. Termasuk keyakinan beragama. Seorang muslim harus yakin kepada kepada takdir qada dan qadar. Bahwasanya segala sesuatu di dunia ini telah diatur oleh Sang Maha Kuasa.  Seperti dalam sebuah hadis yang terjemahannya, “Allah Swt, telah menetapkan takdir untuk setiap makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi” (H.R. Muslim).

Hadis tersebut mengajarkan kita sebagai manusia untuk senantiasa berusaha, masalah hasil adalah milik Tuhan. Sama halnya dengan cerita di atas seorang ibu yang berusaha mengajarkan nilai-nilai dan syariat Islam  dengan mengajarakanya mengaji dan salat lima waktu. Namun demikian anaknya memilih untuk beragama Kristen.

***

Tidak ada pemaksaan dan saling menyalahkan. Setiap manusia mempunyai hak untuk menentukan pilihan dalam hidupnya. Percaya kepada takdir yang telah Tuhan berikan. Manusia Tuhan berikan karunia yang amat berharga yakni hati.  Dengan hati itu menjadi sumber dari segala kebaikan. Hati yang baik akan dekat dengan Sang Maha Pemilik hati.

Keberagaman dalam keluarga mengajarkan untuk saling menghargai dan saling menghormati. Tuhan memberikan kita perbedaan, tetapi perbedaan itu seharusnya membuat kita bersatu, bukan berseteru.

Perbedaan agama di dalam keluarga tidak menjadikan alasan untuk saling menyalahkan dan memecah belah kerukunan. Hidup berdampingan dan toleransi beragama harus dikedepankan agar tidak terciptanya konflik agama dalam keluarga maupun negara.

Dengan kalimat lain “Menjadi berbeda itu adalah hak manusia,bukan? Lalu kenapa kita harus saling memperdebatkan perbedaan jika kita bisa membuat keharmonisan dalam perbedaan tersebut?!!!”.

Bagikan
Exit mobile version