f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
AI

Artificial Intelligence (AI) dalam Pembelajaran: Kawan atau Lawan?

Akhir-akhir ini sering muncul Reels di media sosial menayangkan video singkat tentang berbagai aplikasi berbasis Artificial Intelligence (AI) yang dapat membantu proses pembelajaran. Beberapa di antaranya adalah aplikasi untuk menjawab soal yang rumit yang bisa digunakan oleh siswa, ataupun aplikasi untuk meringkas beberapa jurnal ilmiah sekaligus dalam sekejap. Sepintas terasa bahwa berbagai aplikasi berbasis AI tersebut sangat membantu menyelesaikan tugas yang “dianggap” sangat membebani siswa. Namun, tidak ada salahnya jika kita mencoba melihat dari sudut pandang yang berbeda.

Pertama, guru ataupun dosen telah membuat rancangan pembelajaran terlebih dahulu dan telah memastikan bahwa tugas-tugas yang ia berikan tidak melebihi beban . Tidak ada niatan sedikitpun untuk membuat siswa terbebani, karena semua sudah sesuai arah pembelajaran saat ini, yaitu Outcome Based Education (OBE).

Pembelajaran saat ini tidak hanya berbasis output berupa nilai. Namun lebih dari itu, ada dampak (outcome) yang ingin diraih untuk dapat menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi abad 21, yaitu 4C (creativity, critical thinking, collaborative, communicative) sehingga dapat bersaing di era Revolusi Industri 4.0 ini. Maka butuh kerjasama yang saling mendukung dari orang tua, anak sebagai siswa, tenaga pendidik, dan lingkungan untuk mencapai tujuan tersebut.

Kedua, ingat bahwa “Pelaut ulung tidak lahir dari laut yang tenang”. Saya setuju dengan ungkapan tersebut. Berbagai pengalaman lah yang membekali kita untuk dapat menjalani kehidupan yang penuh dengan ketidakpastian ini. Sehingga alih-alih mengeluh terus menerus akan berbagai tugas yang diberikan, proses yang kita lalui untuk menyelesaikan tugas tersebut secara tidak langsung akan memperkaya keterampilan berpikir kita untuk menentukan problem solving.

Ketiga, Aplikasi Artificial Intelligence (AI) bisa menjadi kawan sekaligus lawan. Tidak bisa dipungkiri bahwa teknologi dibuat untuk memudahkan pekerjaan manusia, termasuk membantu kegiatan belajar-mengajar. Bantuan meringkas artikel/jurnal dapat membantu kita untuk dapat mengetahui inti dari artikel dalam waktu yang singkat. Sehingga waktu yang tersisa dapat digunakan untuk mencari artikel/jurnal yang lain. Aplikasi AI yang membantu menjawab soal-soal mata pelajaran tertentu dapat menjadi “tutor pribadi” yang dapat menunjukkan tahapan penyelesaian permasalahan yang terdapat dalam soal. Sehingga dapat mempelajari lebih detail daripada yang telah dijelaskan oleh guru di sekolah. Dalam hal ini, aplikasi AI bisa menjadi kawan belajar bagi siswa. Namun, kita juga harus cermat dalam menggunakan bantuan tersebut.

Baca Juga  Memahami Perbedaan Kata Adalah, Ialah, dan Yaitu

Contohnya dalam meringkas atau me-review artikel atau Jurnal Ilmiah. Tugas tersebut diharapkan dapat memberikan wawasan kepada siswa tentang : 1). Berpikir kritis tentang kasus terkini; 2). Urgensi kasus tersebut sehingga penting untuk diteliti atau dipublikasikan; 3). Bagaimana tahapan metode yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan; 4). Meningkatkan literasi dengan gaya bahasa, aturan penulisan, dan cara memandang permasalahan secara komperehensif.

Jika tugas tersebut hanya dianggap sebagai beban dan siswa secara langsung menggunakan aplikasi tanpa ada niatan membaca terlebih dahulu, sudah bisa dibayangkan, apakah tujuan pembelajaran akan tercapai? Apakah keterampilan siswa akan meningkat? Ataukan mereka hanya mendapat poin kehadiran dan mengumpulkan tugas saja, tanpa mengerti apa yang dituliskan? Contoh lain adalah menjawab soal menggunakan AI, bahkan dengan tambahan captionJangan sampai gurumu tau tentang aplikasi ini.” atau “Jangan sampai dosenmu mengetahui website ini”.

Sebagai pendidik yang saat ini juga sebagai mahasiswa, sangat miris melihat reels yang demikian. Media juga merupakan salah satu bagian dari support system di dunia pendidikan. Sudah selayaknya konten di media juga memberikan pesan moral yang baik bagi pengguna. Padahal, salah satu tujuan soal-soal tersebut diberikan adalah sebagai pengayaan agar siswa lebih memahami materi yang telah disampaikan. Sekali lagi, jika siswa hanya merasa bahwa tugas tersebut hanyalah formalitas, maka mereka akan menggunakan AI tersebut tanpa mempelajari lebih lanjut. Dalam hal ini, aplikasi AI bisa menjadi lawan yang menghambat pengembangan keterampilan dan kompetensi siswa.

Didiklah anak sesuai dengan zamannya karena mereka hidup pada zamannya bukan pada zamanmu”. Pesan mulia dari Ali Bin Abu Thalib tersebut juga dapat menjadi cerminan dalam pelaksanaan pendidikan formal di sekolah-sekolah ataupun di Perguruan Tinggi. Sebagai pendidik, orang tua, sekaligus saat ini sebagai mahasiswa membawa saya pada posisi dapat melihat dari berbagai sudut pandang. Di era Internet of Things (IoT) pendidik harus adaptif dengan kondisi ini. Pendidik juga harus menyesuaikan metode pembelajaran dengan kondisi terkini.

Baca Juga  Memilih Wakil Perempuan pada Pemilu 2024

Pendidik saat ini harus dapat bekerja cerdas dan bekerja keras. Di antaranya memanfaatkan teknologi untuk merancang pembelajaran yang tepat dan mampu mencapai outcome yang ditargetkan dari awal. Namun juga tetap mengajarkan batasan-batasan etika dan menghadirkan nilai-nilai kehidupan dalam pembelajaran, karena ini membedakan pembelajaran manusia dengan mesin. Dari sisi mahasiswa, sudah sepatutnya belajar memandang tugas sebagai salah satu tangga untuk meningkatkan wawasan dan kompetensi sehingga dapat lebih menghargai proses mencapai tujuan, tidak semata-mata hanya mengejar nilai semata.

Sebagai orang tua dan bagian dari masyarakat harus memiliki filter yang baik, terutama dalam penggunaan media sosial dan teknologi dalam kehidupan sehari-hari. Tetap mengingat bahwa pendidikan anak sejatinya adalah tanggung jawab orang tua. Sehingga orang tua tidak hanya mengalihkan tanggung jawab mendidik kepada pihak sekolah. Butuh support system yang kuat untuk dapat mencetak generasi yang cerdas dan berdaya saing. Dan kita adalah bagian dari support system itu sendiri. Stop merasa paling benar, stop merasa paling unggul, mari bekerjasama dan saling mendukung untuk terlibat langsung dalam mencerdaskan bangsa.

Bagikan
Post a Comment